TERNATE, Serambitimur – Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dr. Chairul Huda, dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang kasus suap dengan terdakwa Muhaimin Syarif alias Ucu di Pengadilan Tipikor Ternate, Selasa (3/12).
Chairul menjelaskan Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, yang menjadi dasar dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pasal tersebut mengatur pemberian suap kepada penyelenggara negara setelah terjadi penyalahgunaan wewenang.
“Harus ada hubungan sebab-akibat antara pemberian suap dan penyalahgunaan wewenang oleh penerima,” tegas Chairul.
Perbedaan Inti Pasal Suap
Menurut Chairul, Pasal 5 ayat (1) huruf b berbeda dengan huruf a. Huruf a mengacu pada suap yang mendorong penyalahgunaan wewenang, sementara huruf b menekankan pemberian yang terjadi setelah wewenang disalahgunakan.
“Harus ada meeting of mind antara pemberi dan penerima, yang membuktikan kesepakatan dan kausalitas,” jelasnya.
Chairul juga menegaskan pentingnya korelasi waktu. Jika tidak ada bukti hubungan antara pemberian suap dan proyek tertentu, pasal ini tidak dapat diterapkan.
Kausalitas Jadi Kunci
Menanggapi pertanyaan penasihat hukum terdakwa, Febri Diansyah, Chairul menegaskan Pasal 5 ayat (1) huruf b hanya berlaku jika ada bukti penerima suap melanggar kewajibannya. Tanpa itu, dakwaan tidak relevan.
Sidang ini merupakan upaya untuk mengklarifikasi dakwaan JPU yang menyatakan Muhaimin Syarif bersalah melakukan korupsi. Tim penasihat hukum terus membantah tuduhan tersebut dengan argumen hukum.