TERNATE, JhaziraMU – Meninggalnya KH. Abdul Gani Kasuba (AGK) tak hanya meninggalkan duka, tetapi juga tanda tanya besar terkait kasus hukum yang menjeratnya. Mantan Gubernur Maluku Utara dua periode ini sebelumnya telah divonis delapan tahun penjara atas kasus gratifikasi dan suap, namun masih menjadi subjek penyelidikan dalam dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh KPK.
Dalam putusan Pengadilan Tipikor Ternate, selain hukuman penjara, AGK juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp109,056 miliar dan USD 90 ribu. Lalu, bagaimana status hukum almarhum setelah wafat?
Akademisi Universitas Khairun Ternate, Dr. Hendra Karianga, SH, MH, menjelaskan bahwa jika seorang terdakwa meninggal dunia sebelum Mahkamah Agung mengeluarkan putusan kasasi, maka upaya hukum tersebut otomatis gugur. Konsekuensinya, yang berlaku adalah putusan dari pengadilan sebelumnya.
“Kalau kasasi gugur, maka putusan Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi yang akan tetap berlaku,” jelasnya.
Sementara untuk dugaan kasus TPPU yang masih dalam penyidikan, Hendra menegaskan bahwa hukum menyatakan kasus tersebut tak bisa dilanjutkan jika tersangka meninggal dunia sebelum masuk ke tahap penuntutan.
“KPK wajib menerbitkan surat penghentian penyidikan karena tersangka sudah wafat. Jika sudah masuk tahap penuntutan, maka Kejaksaan juga harus menghentikan perkara ini,” tegasnya.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa gugurnya kasus AGK tidak berarti penyelidikan TPPU berakhir. KPK masih memiliki tanggung jawab untuk mengusut dugaan keterlibatan pihak lain.
“Kasus korupsi jarang dilakukan sendirian. Saya yakin KPK sudah mengantongi nama-nama calon tersangka lain dan tinggal menunggu proses lanjutan,” ujarnya.
Dengan demikian, meskipun AGK telah berpulang, penegakan hukum tak boleh berhenti, terutama jika ada pihak lain yang turut menikmati hasil kejahatan tersebut.