JhaziraMu, Bantul – Matahari menembus sela pepohonan, memantulkan cahaya ke wajah-wajah sumringah warga Dusun Tangkil dan Karangasem, Kalurahan Muntuk, Kapanewon Dlingo. Jalanan desa yang biasanya lengang mendadak ramai oleh derap langkah, denting gamelan, dan aroma wangi hasil bumi yang tersusun rapi dalam gunungan.
Pada Rabu, 6 Agustus 2025, tradisi Kirab Merti Dusun kembali digelar. Bagi warga, ini bukan sekadar ritual tahunan, melainkan perayaan rasa syukur, panggilan untuk menjaga warisan leluhur, sekaligus bukti bahwa gotong royong masih hidup di hati masyarakat. Warga, dari anak-anak hingga lansia, mengenakan busana tradisional, berjalan penuh bangga sambil membawa simbol panen melimpah.
Di antara rombongan, tampak sekelompok mahasiswa berkaos biru—anggota KKN Kelompok 36 Universitas Mercu Buana Yogyakarta (UMBY). Mereka tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga bagian dari nadi acara ini. “Mereka aktif dan punya inisiatif, kami sangat mengapresiasi,” ujar Dukuh Tangkil, Dhanang Satria Wibawa, dengan senyum yang tak bisa disembunyikan.
Prosesi dimulai dari Dusun Tangkil, melintasi jalan desa yang dipagari hamparan sawah hijau, lalu berakhir di Balai Dusun Karangasem. Di sana, doa bersama dilantunkan, diikuti pembagian gunungan berisi sayur, buah, dan hasil tani kepada warga. Bagi sebagian orang, ini bukan hanya makanan, tapi simbol rezeki yang dibagi dengan tulus.
Bagi Ketua KKN, Selfanus Agianto, pengalaman ini membekas dalam hati. “Tradisi seperti ini harus terus dijaga agar generasi mendatang tetap mengenalnya,” katanya, suaranya nyaris tenggelam di tengah riuh tawa warga yang berebut gunungan.
Kirab Merti Dusun tahun ini bukan hanya tentang melestarikan budaya. Ia juga tentang pertemuan dua generasi—warga desa dan mahasiswa kota—yang saling menguatkan, saling belajar, dan bersama menjaga denyut tradisi di tengah derasnya arus modernisasi.