SOFIFI, Jhazirah.com- Sebuah ruang pelatihan di Sofifi pagi itu terasa berbeda. Tidak ada pembahasan proyek jalan, gedung, atau infrastruktur besar. Kali ini, para perencana Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sibuk membedah satu hal yang selama ini kerap terlupakan dalam proses penyusunan anggaran: kesetaraan gender.
Pemerintah Provinsi Maluku Utara sedang memulai sesuatu yang baru — “menyentuh” anggaran dengan perspektif gender. Melalui Pelatihan Penyusunan Penganggaran Responsif Gender (PPRG), mereka ingin memastikan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan membawa dampak bagi semua lapisan masyarakat, tanpa terkecuali.
Staf Ahli Gubernur Malut Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan, Abdullah Assagaf, yang hadir membuka kegiatan mewakili Gubernur, menyampaikan pesan kuat dalam sambutannya.
“Anggaran harus bicara tentang kesetaraan. Jangan ada kelompok yang tertinggal hanya karena perbedaan jenis kelamin atau peran sosial,” katanya penuh penekanan.
Kegiatan yang diikuti oleh 58 peserta dari berbagai OPD ini diisi oleh fasilitator nasional dan daerah yang sudah berpengalaman dalam penyusunan PPRG. Mereka tidak hanya membahas teori, tetapi juga praktik penyusunan rencana dan program pembangunan yang sensitif gender.
Ketua Panitia, Nurhaya Hasan Kahar, menyebut pelatihan ini bukan hanya untuk memenuhi kewajiban administratif, melainkan bagian dari transformasi budaya birokrasi daerah.
“Kita ingin OPD di Maluku Utara memahami bahwa anggaran bukan hanya angka, tapi cerminan nilai keadilan. Pembangunan yang berhasil adalah pembangunan yang memberi ruang dan manfaat bagi semua,” ungkapnya.
Langkah Pemprov Malut ini sejalan dengan arah RPJMN 2025–2029, yang menempatkan kesetaraan gender sebagai indikator penting keberhasilan pembangunan nasional. Dengan pendekatan ini, setiap program — mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga ekonomi — akan disusun berdasarkan kebutuhan nyata di lapangan, baik bagi perempuan, laki-laki, maupun kelompok rentan.
Bagi sebagian peserta, pelatihan ini membuka cakrawala baru. “Selama ini kita menyusun anggaran hanya berpatokan pada target fisik. Ternyata ada aspek sosial yang harus kita perhitungkan juga,” ujar salah satu peserta dari Dinas Kesehatan.
Maluku Utara kini berada di jalur yang tepat untuk menjadikan pembangunan inklusif bukan lagi slogan, tapi kenyataan. Di tangan para perencana OPD yang mulai “melek gender”, anggaran daerah akan benar-benar berpihak pada kesejahteraan semua warga — dari pesisir hingga pegunungan, dari perempuan hingga anak-anak.



















