LABUHA, Jhazira – Di pesisir Orimakurunga, ombak datang tanpa henti. Ia tak pernah absen, tak pernah lalai. Tapi talud penahan yang dijanjikan untuk melindungi warga dari amukan laut justru tak pernah rampung. Proyek senilai Rp16 miliar itu kini mangkrak, ditinggalkan dalam sunyi, tanpa kepastian dan tanpa rasa bersalah.
Proyek pembangunan breakwater yang dimulai pada awal 2023 itu pernah menjadi harapan besar masyarakat. Ia dibangun di era almarhum Bupati Usman Sidik. Namun sejak pergantian kepemimpinan ke Bassam Kasuba, kelanjutan proyek tak lagi terdengar. Di saat ombak tetap datang, pemerintah justru hilang arah.
Reza A. Syadik, pemuda Orimakurunga, geram. “Ini bukan hanya proyek mangkrak. Ini pengkhianatan terhadap amanah. Sudah Rp16 miliar lebih digelontorkan, tapi hasilnya nihil. Pemerintah harus bertanggung jawab,” ujarnya lantang.
Ia pun mengkritik keras sikap DPRD Halmahera Selatan, khususnya dari Dapil Makayoa. “Kenapa kalian diam? Ini kampung halaman kalian, rakyat kalian. Kalian dipilih untuk bersuara, bukan bersembunyi,” katanya penuh amarah.
Jika tak ada langkah cepat dari pemerintah, Reza menyatakan akan membawa kasus ini ke ranah nasional. KPK dan Kejaksaan Agung akan disurati. “Kami akan minta Kejati Malut bongkar siapa aktor di balik proyek mangkrak ini. Rakyat harus tahu siapa yang bermain-main dengan anggaran,” ucapnya.
Nama-nama pejabat pun mulai terseret dalam pemeriksaan Kejati. Di antaranya mantan Kadis PUPR inisial I, mantan Sekretaris Dinas RM, Kabid Bina Marga R, serta rekanan proyek S alias Oman yang disebut-sebut punya kedekatan dengan Bupati Fakfak.
Namun sejauh ini, belum ada kejelasan. Ombak tetap datang. Tapi janji dan tanggung jawab, entah ke mana hilangnya.