Ternate, Jhazira – Tangannya dingin menggenggam secarik kertas. Mata Muhammad Syahrastani berkaca-kaca saat mengingat satu per satu perintah yang ia jalankan untuk atasannya, mantan Wakil Gubernur Maluku Utara Al Yasin Ali. Ia tak pernah menyangka, jerih payah dan keberaniannya membongkar dugaan korupsi justru membuatnya duduk di kursi pesakitan.
“Saya hanya pegawai biasa. Tapi karena saya taat perintah, kini saya dituduh korupsi,” ucapnya, Selasa (20/5), dengan suara bergetar.
Dinas Rasa Liburan
Selama menjabat sebagai bendahara di Sekretariat WKDH, Syahrastani mengaku hanya bertugas mencairkan anggaran berdasarkan bukti yang diterimanya. Tapi lama-lama ia curiga. Banyak perjalanan dinas yang justru mengarah pada kepentingan pribadi keluarga Wakil Gubernur.
“Ke Medan untuk pernikahan keluarga. Ke Jakarta dan Makassar untuk menjenguk cucu. Bahkan mudik Lebaran juga dibuatkan kegiatan dinas,” katanya.
Semua itu, lanjutnya, diatur langsung oleh Al Yasin, istrinya Mutiara Yasin, dan anak mereka. “Saya cuma menerima bukti kegiatan dari pendamping, kemudian buat SPJ. Kalau tidak cair, saya dimarahi.”
Catering Tak Ada Dapur
Bukan hanya perjalanan dinas. Skema belanja makan-minum juga diduga fiktif. Nama “Catering Tamasha” muncul sebagai penyedia konsumsi, namun faktanya tidak memiliki dapur, alat, ataupun dokumen lengkap.
Catering ini, menurut Syahrastani, hanya kedok. Ia didirikan anak Al Yasin, menggunakan nama staf honorer berinisial OFW sebagai direktur.
“OFW bilang ke saya: tunggu perintah ibu Wagub. Lalu saya ditelepon ibu Wagub. Katanya jangan kontak catering lagi. Ikuti saja perintah,” kenangnya.
Buka Suara, Malah Diseret
Selama dua tahun proses hukum berjalan, Syahrastani tak sedikit pun menyembunyikan fakta. Ia bahkan memberikan bukti rekaman telepon dan chat WhatsApp. Karena keberaniannya, penyidik menyebutnya whistleblower.
Namun semua berubah. Pada 15 April 2025, ia ditetapkan sebagai tersangka.
“Padahal Pasal 51 KUHP jelas: orang yang menjalankan perintah jabatan tak boleh dihukum. Saya bukan menikmati, justru hak saya dipotong. Tak punya rumah baru, kendaraan pun motor tua. Tabungan pun tak seberapa,” katanya lirih.
Harapan Seorang Ayah Tunggal
Setelah istrinya meninggal dunia Agustus 2024, Syahrastani berjuang sendirian membesarkan dua anak. Ia berharap negara hadir membelanya.
“Saya mohon kepada Presiden, Kejaksaan Agung, dan Menteri Hukum. Tolong bantu saya. Saya hanya ASN kecil, tak punya kuasa, tapi saya ingin keadilan. Jangan saya yang membongkar, justru dikorbankan,” ujarnya dengan air mata menetes.