MOROTAI, SerambiTimur — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Maluku Utara menemukan adanya anggaran sebesar Rp2,6 miliar di Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Pulau Morotai yang dinilai bermasalah.
Temuan tersebut tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Tahun 2023. Dalam laporan itu, BPK menjelaskan bahwa penetapan anggaran belanja berupa bantuan tiket, hotel, dan biaya akomodasi pada pos belanja penanganan dampak sosial tidak sesuai ketentuan, dengan total nilai mencapai Rp2.636.346.534.
BPK merinci, belanja barang dan jasa dalam bentuk pemberian uang seharusnya diberikan kepada masyarakat atau pihak lain dengan tujuan mendukung pencapaian target kinerja kegiatan dan program pemerintah daerah. Pemberian tersebut harus memenuhi unsur kepatutan, kewajaran, rasionalitas, dan efektivitas.
“Belanja pemberian uang dapat berupa hadiah perlombaan, penghargaan prestasi, beasiswa, penanganan dampak sosial akibat penggunaan tanah milik pemerintah daerah, dan sejenisnya,” tulis BPK dalam laporannya.
Namun, hasil penelusuran menunjukkan belanja penanganan dampak sosial kemasyarakatan di Setda Morotai direalisasikan sebesar Rp6,96 miliar. Dari jumlah itu, Rp4,32 miliar dialokasikan untuk santunan yatim/janda, pembinaan guru sekolah Minggu remaja dan pengasuh TPQ, bantuan sosial pendidikan dan keagamaan, biaya pengobatan lanjutan, bantuan duka, serta biaya penghiburan.
Yang menjadi sorotan adalah porsi anggaran belanja bantuan tiket, hotel, dan akomodasi yang mencapai Rp2,64 miliar lebih. Dana ini ternyata digunakan untuk menutupi akomodasi ASN maupun non ASN, baik di dalam maupun di luar lingkup Pemerintah Morotai.
BPK menilai, pengeluaran tersebut tidak berhubungan langsung dengan pencapaian target kinerja program pemerintah daerah. Karena itu, seharusnya tidak dianggarkan dalam pos Belanja Barang dan Jasa.
“Dengan demikian, belanja kegiatan bantuan tiket, hotel, dan biaya akomodasi tersebut tidak mendukung target kinerja pemerintah daerah sehingga seharusnya tidak dianggarkan pada Belanja Barang dan Jasa,” tulis BPK dalam LHP Nomor 20.A/LHP/XIX.TER/5/2024.
Dalam pemeriksaan, Kepala Bagian Umum dan Bendahara Pengeluaran Setda Morotai menyampaikan bahwa pengeluaran tersebut dilaksanakan berdasarkan disposisi kepala daerah.
Sekretaris Daerah Morotai juga mengakui kelemahan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dalam melakukan verifikasi belanja barang dan jasa pada Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Setda.
Sekda, selaku Pengguna Anggaran, membenarkan bahwa penyusunan RKA masih belum sepenuhnya mempedomani ketentuan yang berlaku.