SOFIFI, SerambiTimur — Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda Laos, secara resmi membuka Rapat Koordinasi Awal Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Provinsi Maluku Utara Tahun 2025, yang digelar oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Maluku Utara. Kegiatan ini berlangsung secara luring dan daring dari Halmahera Room, Bella Hotel Ternate, Rabu (16/7).
Rakor bertema “Sinergitas Lintas Sektor dalam Rangka Penyelesaian Konflik Agraria serta Optimalisasi Potensi Aset dan Akses yang Efektif dan Berkelanjutan” ini bertujuan mempercepat program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), khususnya di bidang legalisasi aset, penataan akses, hingga penguatan kelembagaan GTRA di tingkat kabupaten/kota.
Dalam sambutannya, Gubernur Sherly menegaskan bahwa reforma agraria adalah bukti nyata kehadiran negara dalam menata kembali kepemilikan tanah secara adil, terutama bagi petani kecil, masyarakat adat, nelayan, dan kelompok rentan lainnya.
“Reforma agraria bukan hanya soal legalisasi aset, tapi juga penataan akses agar masyarakat bisa mengelola tanahnya secara produktif, meningkatkan kesejahteraan, dan keluar dari kemiskinan struktural,” tegas Sherly.
Fokus pada Konflik Agraria dan Pengakuan Tanah Adat
Sherly menyoroti maraknya konflik agraria di Maluku Utara, terutama di kawasan tambang yang kerap bersinggungan dengan wilayah adat. Ia mengungkapkan, banyak tanah adat belum bersertifikat sehingga lemah secara hukum saat terjadi klaim atau sengketa.
“Masyarakat adat merasa memiliki tanah, tapi tidak punya legal standing karena belum ada sertifikat. Ini yang sering memicu konflik,” jelasnya.
Untuk itu, Sherly mendorong agar tanah adat dapat dimasukkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi, sekaligus diproses legalisasinya secara bertahap sesuai regulasi. Ia menyoroti masih banyak tanah milik empat kesultanan di Maluku Utara yang belum bisa dimanfaatkan secara optimal lantaran belum memiliki sertifikat resmi.
Sinkronisasi Data dan Target PTSL
Sherly juga menekankan pentingnya sinkronisasi data pertanahan antara pemerintah daerah dan BPN, serta mempercepat program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Ia mengapresiasi sejumlah kabupaten/kota yang telah berinisiatif menghapus beban pajak jual beli untuk mendukung program tersebut.
“Target kita 4.000 sertifikat tanah rampung dalam waktu dekat. Saya juga akan mengundang Menteri ATR untuk mendukung percepatan program ini sesuai Perpres Nomor 62 Tahun 2024,” ujarnya.
Gubernur mengungkapkan, Pemprov Malut juga sedang memproses sertifikasi aset tanah daerah senilai Rp800 miliar yang belum bersertifikat. Proses ini didukung penuh oleh Kakanwil BPN Malut dan jajaran BPN kabupaten/kota.
Klinik Agraria Keliling dan Peran Generasi Muda
Sebagai terobosan, Sherly mengusulkan pembentukan Klinik Agraria Keliling di desa-desa. Klinik ini akan berisi tim hukum, mediator, dan konsultan untuk membantu masyarakat menyelesaikan persoalan agraria. Tak hanya itu, ia juga ingin melibatkan generasi muda melalui Tim Reforma Agraria Muda untuk mendukung edukasi, literasi, dan pengawasan publik.
“Anak muda harus paham sejak dini soal legalitas tanah dan potensi ekonominya. Ini investasi jangka panjang untuk Maluku Utara,” ujar Sherly.
Sherly menutup sambutannya dengan menegaskan bahwa reforma agraria bukan sekadar acara seremonial, melainkan langkah nyata untuk mewujudkan keadilan sosial, mengurangi ketimpangan, dan membangun ekonomi lokal yang berdaulat.
“Selama kita mau berkolaborasi lintas sektor dan bekerja bersama, semua tantangan pasti bisa kita selesaikan,” pungkasnya.