SOFIFI, Jhazirah.com- Suasana ruang sidang DPRD Provinsi Maluku Utara mendadak memanas saat Fraksi Partai Gerindra melontarkan kritik tajam terhadap Rancangan APBD 2026. Di hadapan pimpinan sidang, Mislan Syarif, juru bicara fraksi berlambang kepala garuda itu, menyuarakan kekesalan yang mewakili kegelisahan publik: anggaran rakyat dipangkas, tapi gaji dan tunjangan birokrat justru melonjak.
Dalam laporan resmi yang diterima redaksi, total belanja daerah tahun 2026 hanya mencapai Rp 2,819 triliun, turun drastis Rp 679 miliar atau 19,41% dari tahun sebelumnya. Namun ironinya, di tengah penurunan tersebut, belanja pegawai justru naik dari Rp 1,165 triliun menjadi Rp 1,258 triliun.
“Rakyat sedang berhemat, tapi birokrat berpesta! Ini sungguh tak masuk akal,” ujar Mislan lantang, disambut riuh tepuk tangan sebagian anggota dewan.
Menurutnya, lonjakan belanja pegawai menunjukkan arah kebijakan yang salah kaprah. Saat masyarakat dihadapkan pada minimnya pelayanan publik, belanja pembangunan dan barang/jasa justru dipangkas hampir Rp 489 miliar.
“Pertanyaannya sederhana: efisiensi atau pemangkasan? Karena dampaknya jelas — pelayanan publik bisa lumpuh,” lanjutnya.
Gerindra menilai bahwa struktur APBD 2026 Maluku Utara mencerminkan birokrasi yang gemuk dan tidak efisien, sementara alokasi untuk infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan justru tidak mengalami peningkatan berarti.
Mislan mengingatkan, arah pembangunan harus kembali berpihak kepada rakyat, bukan pada kenyamanan birokrat.
“Pemerintah seharusnya mendesain APBD yang produktif, yang menciptakan lapangan kerja dan layanan publik, bukan menambah beban pegawai negeri,” tegasnya.
Di akhir penyampaiannya, Fraksi Gerindra berjanji akan mengawal setiap pasal dan angka dalam RAPBD 2026 agar tidak menjadi dokumen formalitas semata.
“Kami akan memastikan APBD 2026 benar-benar mencerminkan keadilan anggaran — di mana rakyat menjadi pusatnya, bukan pelengkapnya,” pungkas Mislan.



















