Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
BeritaDaerahHeadline

Membongkar Rp817 Miliar di DPRD Malut: Di Balik Anggaran Jumbo dan Jejak Pertanggungjawaban

18
×

Membongkar Rp817 Miliar di DPRD Malut: Di Balik Anggaran Jumbo dan Jejak Pertanggungjawaban

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

TERNATE — Empat tahun, Rp817 miliar.

Angka ini bukan sekadar statistik fiskal, melainkan potret raksasa tentang bagaimana uang rakyat Maluku Utara dikelola di balik tembok megah gedung DPRD.

Example 300x600

Praktisi hukum Hendra Karianga tampak heran sekaligus geram. “Hampir satu triliun dalam empat tahun — itu luar biasa besar untuk sebuah kesekretariatan DPRD. Mesti diaudit,” katanya tegas, Kamis (6/11/2025).

Data menunjukkan, Sekretariat DPRD Provinsi Maluku Utara mengelola Rp817,31 miliar dari tahun 2019 hingga 2023. Anggaran ini terbagi dalam dua sistem: pengadaan melalui penyedia dan swakelola.

Yang paling mencolok, tahun 2020 mencatat rekor tertinggi — Rp374,25 miliar — di tengah masa pandemi ketika sebagian besar daerah justru menekan belanja.

“Kalau rakyat sedang kesulitan, sementara anggaran kesekretariatan justru melonjak hampir dua kali lipat, tentu publik berhak bertanya: ada apa?” ujar Hendra.

Ia mengungkapkan, sebagian besar dana terserap untuk kegiatan seperti rehabilitasi gedung DPRD, pengadaan meubelair pimpinan, videotron ruang paripurna, hingga perjalanan dinas dan bimtek anggota DPRD.

Menurutnya, struktur pengeluaran yang gemuk tanpa transparansi rawan menjadi “ladang basah” penyimpangan.

Karena itu, ia mendesak BPK dan BPKP untuk melakukan audit investigatif guna memastikan setiap rupiah sesuai dengan ketentuan keuangan negara.

“Jangan sampai publik hanya diberi angka besar tanpa tahu ke mana larinya. Audit adalah jalan menuju kebenaran fiskal,” katanya.

Nama Abubakar Abdullah, Sekwan DPRD Malut, bersama bendahara Rusmala Abdurahman, disebut sebagai pihak paling bertanggung jawab atas pengelolaan dana jumbo ini.

Menurut Hendra, keduanya wajib diperiksa bersama pejabat pembuat komitmen (PPK) serta bendahara pengeluaran untuk memastikan tidak ada rekayasa administrasi.

Isu ini semakin sensitif karena Kejati Malut juga tengah menyelidiki dugaan korupsi tunjangan operasional dan rumah tangga DPRD senilai Rp60 juta per anggota per bulan. Sejumlah pejabat legislatif, termasuk Ketua DPRD Iqbal Ruray dan Wakil Ketua Kuntu Daud, telah dipanggil sebagai saksi.

Di tengah derasnya gelombang kritik, publik menunggu langkah tegas aparat hukum. Karena di balik angka Rp817 miliar itu, tersimpan pertanyaan besar:

Apakah uang rakyat benar-benar digunakan untuk rakyat?

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 300250