SOFIFI, JhaziraMU– Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Maluku Utara menyoroti rendahnya kontribusi perusahaan tambang terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) provinsi, meski daerah ini kaya sumber daya alam.
Kepala BPK RI Malut, Marius Sirumapea, dalam rapat bersama DPRD Malut pada Jumat (15/8/2025) mengungkapkan banyak perusahaan yang belum taat membayar pajak daerah, termasuk pajak air permukaan, pajak alat berat, dan pajak kendaraan operasional.
“Daerah ini kaya tapi terlihat miskin. Contohnya Pulau Taliabu, ada tambang biji besi, tapi APBD hanya Rp600 miliar. Ini tragis,” tegas Marius di Kantor DPRD Malut.
Menurutnya, lemahnya pengawasan dan koordinasi antarinstansi membuat potensi pajak tidak tergarap maksimal. Bahkan, Pemda disebut tidak memiliki data pasti berapa seharusnya pendapatan yang masuk dari sektor tambang.
“Banyak tambang, hotel, restoran, tapi apakah sudah dipungut pajaknya? Datanya saja masih simpang siur,” ujarnya.
BPK berencana mengundang Pertamina, SKK Migas, dan meminta Pemda memanggil seluruh perusahaan untuk duduk bersama mencari solusi. “PAD Pemprov yang hanya Rp1 triliun tidak mencerminkan potensi sebenarnya. Pemerintah pusat juga harus mengevaluasi sistem penerimaan ini,” tambahnya.
Selain pajak, BPK juga menyoroti ketidakseimbangan antara izin tambang dan kajian lingkungan. “Jangan hanya terbitkan izin, tapi analisis dampak lingkungan diabaikan,” tutupnya.