SOFIFI JhaziraMU — Fraksi Hanura DPRD Provinsi Maluku Utara bersikukuh menolak pengesahan Ranperda tentang Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) di sekitar wilayah tambang.
Ketua Fraksi Hanura, Yusran Pauwah, menyebut sedikitnya empat alasan penolakan. Pertama, Ranperda tidak mengatur zonasi wilayah terdampak (Ring 1, 2, dan 3) yang seharusnya menjamin pembagian manfaat secara adil.
Kedua, Ranperda menyerahkan penuh pengelolaan PPM kepada perusahaan tanpa persentase laba bersih yang jelas, padahal aturan Kementerian ESDM mendorong alokasi minimal 2–4 persen.
Ketiga, mekanisme pengawasan tidak melibatkan DPRD maupun masyarakat sipil, hanya sebatas laporan tahunan ke pemerintah daerah. “Ini melemahkan fungsi check and balance,” tegas Yusran dalam paripurna DPRD, Jumat (12/9/2025).
Keempat, absennya cetak biru PPM sejak 2009 dinilai sebagai akar kebocoran anggaran. “Daerah harus diwajibkan menyusun blue print. Tanpa itu, PPM hanya dipandang sebagai bantuan sosial perusahaan,” ujarnya.
Yusran juga mengungkap adanya sejumlah anggota dewan yang mencoba membujuk fraksinya agar menyetujui ranperda tersebut. Namun ia memastikan Hanura tetap menolak sampai substansi aturan benar-benar berpihak pada masyarakat.