LABUHA, Jhazirah.com — Impian empat remaja asal Halmahera Selatan untuk bekerja di luar negeri berubah menjadi mimpi buruk. Mereka diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan kini berada dalam kondisi terancam di Myanmar.
Empat korban tersebut adalah Feni Astari Dareno (23), Asriadi Musakir (24), Zether Maulana (22), dan Tantoni, yang seluruhnya berangkat dari Kabupaten Halmahera Selatan. Kasus ini telah dilaporkan secara resmi ke Polda Maluku Utara dengan nomor laporan STTL/LP/B/84/X/2025/SPKT/POLDA MALUKU UTARA, tertanggal 6 Oktober 2025.
Pelapor, Fantila Arista (26), yang juga kakak korban Feni, mengungkapkan bahwa adiknya diberangkatkan ke luar negeri setelah dijanjikan pekerjaan sebagai marketing di Thailand dengan gaji Rp12 juta per bulan. Perekrutnya diduga seseorang bernama Dindong, yang menawarkan pekerjaan melalui jalur pribadi.
Namun, tak lama setelah tiba, Feni mengabarkan bahwa ia ternyata tidak berada di Thailand, melainkan di Myanmar. Dalam pesannya kepada keluarga, Feni mengaku dipaksa bekerja sebagai scammer atau pelaku penipuan daring bersama ratusan pekerja lain.
“Dia bilang kalau tidak mencapai target, mereka dipukuli dan diancam akan dijual. Semua di sana dikawal ketat dan tidak bisa keluar,” tutur Fantila dengan nada bergetar.
Laporan tersebut diterima langsung oleh Aipda Haidar Sukiman, S.H., Kepala SPKT Polda Malut. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjut penyelamatan dari aparat penegak hukum maupun pemerintah daerah.
Keluarga korban juga telah menemui Bupati Halmahera Selatan, Hasan Ali Bassam Kasuba, untuk meminta bantuan, tetapi belum membuahkan hasil. “Pak Bupati bilang akan mengutus pihak Disnaker ke rumah kami, tapi sampai hari ini tidak ada yang datang,” kata Fantila.
Karena tidak mendapat tanggapan di tingkat kabupaten, keluarga kemudian mengadu ke Dinas Tenaga Kerja Provinsi Maluku Utara. Salah satu pegawai, Nirwan, membenarkan bahwa laporan itu sudah diterima dan akan segera diteruskan ke Kepala Dinas.
“Senin nanti laporan ini akan kami sampaikan ke Kepala Dinas untuk diteruskan ke Gubernur Maluku Utara,” ujar Nirwan saat ditemui wartawan di Hotel Janesy, Sabtu (25/10).
Kasus ini menambah daftar panjang praktik perdagangan orang dengan modus perekrutan kerja ke luar negeri. Aktivis perlindungan tenaga kerja di Maluku Utara menilai lemahnya pengawasan terhadap agen penyalur menjadi akar masalah yang berulang.
“Ini alarm keras bagi Pemda dan aparat penegak hukum. Sudah saatnya ada penindakan nyata, bukan sekadar janji penyelamatan,” tegas salah satu pemerhati tenaga kerja yang enggan disebutkan namanya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari Polda Malut maupun Pemerintah Provinsi terkait langkah evakuasi dan perlindungan terhadap empat korban asal Halmahera Selatan yang masih berada di Myanmar tersebut.



















