Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
BeritaHeadline

Ahli Ungkap Dugaan Pelanggaran UU Kehutanan dalam Sidang Kasus Patok PT WKS

26
×

Ahli Ungkap Dugaan Pelanggaran UU Kehutanan dalam Sidang Kasus Patok PT WKS

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

JAKARTA, Jhazirah.com – Sidang lanjutan kasus pemasangan patok di kawasan izin usaha milik PT Wana Kencana Sejati (WKS) kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025). Kasus ini menarik perhatian publik karena menyangkut dugaan pelanggaran izin kehutanan dalam area pertambangan yang dilaporkan oleh PT Position.

Dua terdakwa dalam perkara tersebut adalah Marsel Bialembang, Mining Surveyor PT Wana Kencana Mineral (WKM), dan Awwab Hafizh, Kepala Teknik Tambang. Keduanya diduga melakukan pemasangan patok di kawasan hutan tanpa izin yang sah.

Example 300x600

Sidang menghadirkan dua ahli penting — Dr. Chairul Huda, pakar hukum pidana, dan Dr. Ogi Diantara, ahli pertambangan dari Kementerian ESDM — untuk memberikan pandangan hukum dan teknis terkait kasus tersebut.

Dalam keterangannya, Dr. Chairul Huda menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 162 UU Minerba, tindakan yang dikategorikan sebagai “menghalangi usaha pertambangan” harus berbentuk kegiatan fisik yang menyebabkan gangguan terhadap aktivitas pertambangan lain.

Namun, ia menyoroti aspek kehutanan yang lebih krusial.

“Kalau pemasangan patok itu dilakukan di kawasan hutan tanpa izin, maka perbuatan itu bukan sekadar sengketa bisnis, tapi sudah menyentuh pelanggaran UU Kehutanan, karena dianggap menduduki atau memanfaatkan kawasan hutan tanpa izin,” ujarnya.

Ahli dari Kementerian ESDM, Dr. Ogi Diantara, memperkuat pandangan tersebut. Menurutnya, kegiatan pertambangan di kawasan hutan hanya dapat dilakukan dengan Izin Pakai Kawasan Hutan (IPKH).

“Pemegang IUP wajib memiliki izin tersebut sebelum beroperasi di kawasan hutan. Jika tidak, maka seluruh kegiatan yang dilakukan di atasnya dianggap tidak sesuai aturan,” tegas Ogi.

Lebih lanjut, Ogi menegaskan bahwa tidak ada ketentuan hukum yang mengharuskan perusahaan tambang untuk “mengamankan wilayah” secara fisik, termasuk dengan cara memasang patok atau batas buatan.

“Tidak ada aturan eksplisit maupun implisit yang mewajibkan pemegang IUP untuk melakukan tindakan fisik pengamanan wilayah. Yang diwajibkan adalah kepatuhan administratif dan teknis sesuai izin yang dimiliki,” katanya.

Majelis hakim kemudian menunda sidang untuk dilanjutkan pada Rabu (29/10/2025) dengan agenda pembuktian saksi dan ahli dari pihak terdakwa. Publik menantikan bagaimana fakta persidangan berikutnya akan menguak potensi pelanggaran hukum dalam proyek pertambangan tersebut.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 300250