SOFIFI, Jhazirah — Kasus dugaan korupsi tunjangan DPRD Maluku Utara memasuki babak baru setelah Kejaksaan Tinggi Malut memanggil sejumlah pejabat terkait pencairan tunjangan rumah dan transportasi anggota DPRD periode 2019–2024.
Tunjangan rumah pimpinan DPRD yang mencapai Rp60 juta per bulan serta anggaran transportasi senilai lebih dari Rp29 miliar menjadi fokus utama penyelidikan. Informasi internal menyebutkan, pencairan anggaran dilakukan tanpa dokumen pertanggungjawaban lengkap.
Ketua DPRD periode sebelumnya, Kuntu Daud, dan Ketua DPRD saat ini, Ikbal Ruray, telah menghadiri pemeriksaan. Begitu pula Sekda Malut yang juga Ketua TAPD, Samsudin A. Kadir, mantan Sekwan Abubakar Abdullah, Sekwan Isman Abbas, serta pejabat struktural di Setwan.
Sumber internal mengungkap adanya dugaan penyusunan besaran tunjangan tanpa dasar perhitungan yang memadai. Meski mengacu pada PP 18 Tahun 2017, penetapan besaran tunjangan tetap membutuhkan SK Gubernur, yang diduga menjadi pintu masuk penyalahgunaan kewenangan.
Data anggaran menunjukkan lonjakan biaya tunjangan DPRD dari 2020 hingga 2024, dengan realisasi mencapai hampir Rp40 miliar setiap tahun. Hingga kini, sejumlah pejabat terkait belum memberikan penjelasan kepada media.
Kejaksaan menegaskan penyidikan akan berlanjut untuk mengungkap dugaan penyimpangan dalam penggunaan anggaran tersebut.



















